Bagaimana hukumnya berhubungan dengan istri yang sedang hamil
“Mas, Hati-hati ya, istrinya masih hamil
muda, puasa dulu”
“kalau sedang hamil besar, tidak boleh
nanti sulit melahirkan”
“hati-hati mas, nanti bayinya bisa
terganggu”
Sering timbul pertanyaan atau ada
berbagai pernyataan mengenai hal ini. Apakah berbahaya? Bagaimana caranya?
Harus hati-hati? Apakah benar-benar harus bersabar dan puasa? Bagaimana
pandangan Islam dalam hal ini?
Hukumnya dalam Islam
Hukumnya adalah mubah/boleh.Karena ini
adalah perkara dunia, maka perkara dunia hukum asalnya mubah/boleh sampai ada
dalil yang melarang. sebagaimana kaidah fiqh
الأصل في الأشياء الإباحة
“hukum asal urusan dunia adalah
mubah/boleh”
Selama tidak menimbulkan bahaya. Dan juga
tidak memberatkan serta membuat istri merasa tersiksa. Misalnya ketika
trimester pertama (tiga bulan pertama), biasanya wanita hamil mengalami
mual-muntah (morning sicknes), maka sebaiknya suami tidak memaksakan.
Ini sebagai bentuk muamalah dan pergaulan yang baik dengan istri, sesuai dengan
firman Allah Ta’ala,
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالمَعْرُوْفِ
“Pergaulilah istrimu dengan baik.”
(An-Nisa’ : 19)
Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (komite
Fatwa di Saudi) dijelaskan,
وإن كان القصد وطء الزوج لزوجته الحامل فلا بأس بذلك؛ لأن الله لم يحرم
وطء الزوجة إلا في حالة الحيض أو النفاس أو الإحرام.
“Adapun jika yang dimaksudkan adalah
seorang suami menyetubuhi istrinya yang hamil, maka tidak mengapa/boleh. Karena
Allah tidaklah melarang mencampuri istri kecuali pada masa haidh, nifas dan
ihram.”[1]
Ada hadits larangannya?
Ada hadits yang dzahirnya melarang
menyetubuhi wanita hamil, yaitu:
لَا توطأ حامل حتى تضع
“Wanita hamil tidak boleh diajak berhubungan intim
sampai dia melahirkan.”[2]
Akan tetapi maksud dari hadits ini adalah
wanita tawanan perang (yang akan menjadi budak) yang hamil dari suami
sebelumnya. Maka tidak boleh menyetubuhi mereka sampai mereka sampai mereka
melahirkan(budak wanita boleh disetubuhi oleh tuannya). Ar-Rabi’ bin
Habib berkata,
مَعْنَى الْحَدِيثِ فِي الإِمَاءِ ، أَيْ لا يَطَؤُهُنَّ أَحَدٌ مِنْ
سَادَاتِهِنَّ حَتَّى يُسْتَبْرَيْنَ ، وَأَمَّا الزَّوْجُ فَحَلالٌ لَهُ
الْوَطْءُ لامْرَأَتِهِ الْحَامِلِ
“Makna hadis ini berkaitan dengan budak,
yaitu tuan budak tersebut tidak boleh menyetubuhi budak yang hamil sampai
rahimnya bersih. Adapun suami, dia dihalalkan untuk menyetubuhi istrinya yang
hamil.”[3]
Aman tidak secara medis?
Jawabannya "aman", baik itu pada awal-awal
kehamilan maupun ketika hamil besar. Asalkan memperhatikan posisi , gerakan dan
kekuatan yang sesuai (tidak kasar) serta tidak berlebihan intensitas dan
lamanya dimana istri sampai merasa kelelahan.
Memang ada beberapa keadaan yang tidak
dianjurkan atau berhati-hati ketika berhubungan intim, yaitu pada keadaan
abnormal seperti:
– Plasenta previa (plasenta terletak di dekat atau di atas leher rahim)
– Plasenta previa (plasenta terletak di dekat atau di atas leher rahim)
– Berisiko keguguran atau ada riwayat
-pecah ketuban
-Pendarahan vagina.
-Sering kram perut
-kelemahan servik/rahim
Berikut posisi-posisi yang aman khusunya
ketika sudah hamil besar, tetapi kami tidak merincinya karena artikel ini untuk
bacaan umum dan kami yakin suami-istri sudah mengetahuinya karena ini adalah
fitrah manusia,
-suami di atas
Bisa meletakkan bantal di belakang
punggung istri sehingga suami tidak menekan perut.
-istri di atas
-dari belakang
-dari samping sambil berbaring
Adapun ketika berhubungan kemudian istri
mencapai klimaks, kemudian perut terasa kejang karena kontraksi, maka tidak
masalah. Karena ini semacam pijatan ringan, tidak mempengaruhi janin di dalam
rahim.
Demikian, semoga bermanfaat
(https://muslimafiyah.com/berhubungan-intim-ketika-hamil-syariat-dan-medis.html)